Minggu, 22 April 2012

KOMUNIKASI POLITIK - RETORIKA DAN POLITIK


Retorika adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen, awalnya Aristoteles mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos' atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau teknik persuasi politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan dan pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis. Bagaimanapun, definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan definisi yang sudah disebutkan diatas) dan praktik kontemporer dari retorika yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.

Retorika politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya masyarakat melalui negosiasi. Aristoteles mengidentifikasi terdapat tiga jenis retorika yang sering digunakan dalam peristiwa politik yaitu deliberatif, forensik dan demonstratif. Retorika deliberatif memfokuskan diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan saat sekarang. Retorika forensik lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau ganjaran. Retorika demonstartif memfokuskan pada epideiktik, wacana memuji atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang, lembaga maupun gagasan.
Apakah retorika politik memerlukan rasionalitas dalam persuaai atau hanyapermainan perasaan (emosi) dan keindahan kata-kata saja? Dalam tulisan Bruce E Gronbeck tentang retorics and politics dalam Handbook of  Political Communication Researchdengan jelas menyebutkan bahwa retorika politik sangat memerlukan unsur rasionalitas dalam persuasi. Berbeda dengan itu, Plato (427-347 SM) menyatakan retorika bertujuan mengembalikan kejayaan kerajaan Athena yang penuh reduksi dan nilai doxa (kebijaksanaan) di dalamnya. Retorika itu sendiri adalah sarana komunikasi yang hyperemotional dalam politik. Bahwa paradigma retorika hanyalah sebuah sarana komunikasi hyperemotional tampaknya sudah terjadi saat ini.

CONTOH KASUS:
Seperti yang di bahas beberapa bulan bahkan beberapa tahun yang lalu, wacana hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi yang diusulkan Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dianggap hanya permainan politik. Banyak yang menuding wacana tersebut hanyalah sebuah akal-akalan agar dapat mengecoh konsentrasi masyarakat dan mencari simpatik publik untuk sejenak melupakan masalah-masalah yang lainnya di Negara ini. Dan sampai saat ini retorika politik masih dilakukan oleh beberapa pihak untuk memanipulasi atau mempengaruhi khalayak luas di luar sana.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar