Retorika
adalah sebuah teknik pembujuk-rayuan secara persuasi untuk menghasilkan bujukan
dengan melalui karakter pembicara, emosional atau argumen, awalnya Aristoteles
mencetuskan dalam sebuah dialog sebelum The Rhetoric dengan judul 'Grullos'
atau Plato menulis dalam Gorgias, secara umum ialah seni manipulatif atau
teknik persuasi
politik yang bersifat transaksional dengan menggunakan lambang untuk
mengidentifikasi pembicara dengan pendengar melalui pidato, persuader dan yang
dipersuasi saling bekerja sama dalam merumuskan nilai, kepercayaan dan
pengharapan mereka. Ini yang dikatakan Kenneth Burke (1969) sebagai
konsubstansialitas dengan penggunaan media oral atau tertulis. Bagaimanapun,
definisi dari retorika telah berkembang jauh sejak retorika naik sebagai bahan
studi di universitas. Dengan ini, ada perbedaan antara retorika klasik (dengan
definisi yang sudah disebutkan diatas) dan praktik kontemporer dari retorika
yang termasuk analisa atas teks tertulis dan visual.
Retorika
politik adalah suatu proses yang memungkinkan terbentuknya masyarakat melalui
negosiasi. Aristoteles mengidentifikasi terdapat tiga jenis retorika yang sering
digunakan dalam peristiwa politik yaitu deliberatif, forensik dan demonstratif.
Retorika deliberatif memfokuskan
diri pada apa yang akan terjadi dikemudian bila diterapkan sebuah kebijakan
saat sekarang. Retorika forensik
lebih memfokuskan pada sifat yuridis dan berfokus pada apa yang terjadi pada
masa lalu untuk menunjukkan bersalah atau tidak, pertanggungjawaban atau
ganjaran. Retorika demonstartif
memfokuskan pada epideiktik, wacana memuji
atau penistaan dengan tujuan memperkuat sifat baik atau sifat buruk seseorang,
lembaga maupun gagasan.
Apakah
retorika politik memerlukan rasionalitas dalam persuaai atau hanyapermainan
perasaan (emosi) dan keindahan kata-kata saja? Dalam tulisan Bruce E Gronbeck
tentang retorics and politics dalam Handbook of
Political Communication Researchdengan jelas menyebutkan bahwa retorika
politik sangat memerlukan unsur rasionalitas dalam persuasi. Berbeda dengan itu,
Plato (427-347 SM) menyatakan retorika bertujuan mengembalikan kejayaan
kerajaan Athena yang penuh reduksi dan nilai doxa (kebijaksanaan) di dalamnya.
Retorika itu sendiri adalah sarana komunikasi yang hyperemotional dalam
politik. Bahwa paradigma retorika hanyalah sebuah sarana komunikasi hyperemotional
tampaknya sudah terjadi saat ini.
CONTOH KASUS:
Seperti yang di bahas beberapa bulan bahkan beberapa tahun yang
lalu, wacana hukuman mati bagi pelaku tindak pidana korupsi yang diusulkan
Menteri Hukum dan HAM Patrialis Akbar dianggap hanya permainan politik. Banyak
yang menuding wacana tersebut hanyalah sebuah akal-akalan agar dapat mengecoh
konsentrasi masyarakat dan mencari simpatik publik untuk sejenak melupakan
masalah-masalah yang lainnya di Negara ini. Dan sampai saat ini retorika
politik masih dilakukan oleh beberapa pihak untuk memanipulasi atau
mempengaruhi khalayak luas di luar sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar